MESUM SAMA CEWEK DI DALAM TENDA DENGAN KONDISI GELAP GULITA - Awal cerita aku dan teman teman memang berencana untuk berkemah, kita berunding dimana tempat yang paling asik, kemudian tercetuslah salah seorang memilih di pegunungan dieng, semua sepakat untuk memilih tempat itu. Setelah itu kita mengatur rencana karena team kita ada 8 orang , cowok berjumlah 4 dan ceweknya 4 orang.
Masing masing sudah kebagian tugas untuk membawa apa yang dibawa saat berkemah, aku pun dapat bagian untuk membawa tenda berjumlah 2, satu buat cowok, satunya buat cewek. Selang sampainya dipegunungan kami sudah memulai untuk mendirikan tenda karena cuacanya sudah mendung kami bergegas untuk mendirikan tenda, ada dua kemah untuk tidur kami berdua. Kemah satu untuk cowok yang berjumlah 4 orang dan lainnya untuk gadis yang berjumlah 4 orang.
Pada suatu malam, kemah tempat gadis kebanjiran karena hujan yang besar tidak bisa tertampung di saluran yang mengelilingi kemah itu. Tentu saja mereka kalang kabut ditengah tidur lelap kami. Tentu saja kami jadi ikut terbangun dengan kegaduhan suara cewek-cewek itu.
Yang dituju pertama untuk melindungi diri dari hujan deras tentu kemah kami para cowok. Kami sepakat untuk malam ini kami tidur masal. Walaupun cukup sempit tetapi masih cukuplah kami tidur berhimpit-himpitan. Setelah diatur, maka muatlah ketujuh orang itu dengan posisi tidur, dengan catatan tidak boleh bergerak yang memang tidak bisa bergerak karena sempitnya.
Vita, memilih tidur di dekatku, karena ia kebagian di tempat paling pinggir terkena kain kemah yang menggantung dan basah. Sementara aku sendiri berada di pinggir juga. Ia membisikkan sesuatu kepadaku, jangan macam-macam.. Tetapi hal ini justru kutafsirkan suatu tantangan untuk memulai suatu gerilya.
Setelah lentera padam, yang ada hanya gelap gulita. Teman-teman yang lain tampaknya sudah tertidur. Vita memiringkan badannya sehingga menghadapku, sedangkan kakinya menindih pahaku. Nafas ringannya terasa di pundakku.
Mataku terus melotot di dalam kegelapan, lalu timbul niat isengku. Pelan-pelan tangan kiriku kuangkat dan kutindihkan pada pinggulnya, sedangkan siku kuletakkan sedemikian rupa sehingga hampir menyentuh payudaranya. Sehingga apabila Vita bergerak sedikit saja payudaranya akan tersenggol oleh lenganku.
Aku menanti dengan hati berdebar-debar. Sementara tidur Vita nampaknya makin pulas. Aku menjadi kurang sabar, kugeser sedikit sikuku agar menyentuh payudaranya. Oh, rupanya payudaranya dilindungi oleh kedua tangannya. Usahaku sia-sia. Aku putar otak mencari posisi yang menguntungkan.
Selagi aku hampir kehabisan akal mencari strategi, tiba-tiba Vita bergerak, mengambil lenganku dan menariknya ke dalam pelukannya. Dalam keadaan yang gelap gulita aku memang merasa menyenggol benda yang halus.
Tapi aku tidak tahu benar bagian tubuh mana itu, perut apa dada. Walaupun demikian cukuplah untuk pemanasan, pikirku. Senjataku yang sejak siang tadi mengkerut kedinginan mulai bangun. Sebelum besar benar, kubetulkan posisi kemaluanku agar bisa mengembang dengan sempurna tanpa ada bulu yang tertarik oleh tegangnya kemaluanku.
Gerakanku agaknya membuat Vita semakin mendekapkan tanganku ke dalam pelukannya, entah secara refleks atau apa aku tak tahu. Sebelah kaki yang menindihku dinaikkan lebih ke atas sehingga nyaris menimpa kemaluanku.
Lenganku masih dalam pelukannya. Tapi jari-jariku masih bebas, aku berusaha meraih apa saja yang ada di dekatnya, tetapi sia-sia. Gerakan-gerakan kecil kemaluanku pasti terasa juga oleh Vita, seandainya ia tidak tidur. Kembali Vita lebih memeluk tanganku dan ditekankannya ke dadanya.
Kini aku merasakan lembut dan hangatnya bukit kembar Vita yang terbungkus jaket tebalnya. Dalam gerakan itu kuberanikan diri memegang pangkal pahanya. Vita hanya menggeliat dan menaikkan kakinya sehingga menindih kemaluanku. Aduh, enak sekali.
Burungku semakin menggeliat dan bergerak-gerak. Oleh gerakan-gerakan itu diangkatnya kaki Vita, kemudian diletakkan lagi pada tempat yang sama. Nah, di sinilah aku baru merasa bahwa Vita masih belum tidur dan semua gerakannya masih dilakukan dalam keadaan sadar.
Sebelah tanganku yang didekap kugeser-geser mencari sasaran, yang kutuju adalah kemaluannya. Namun sebelum sampai pada sasaran dicubitnya dengan pelan. Aku dan Vita tidak berani saling bersuara. Cubitan halus ini tidak menyurutkan niatku, dengan agak memaksakan diri akhirnya sampailah telapak tanganku bersandar di selangkangannya.
Setiba di daerah itu tanganku justru dijepit oleh kedua kakinya. Kamaluannya yang empuk kurasakan meskipun masih tertutup Jeans. Namun oleh jepitan kakinya yang kencang aku tidak bisa berbuat banyak. Namum sebelah tanganku masih bebas leluasa, dengan gerakan yang super hati-hati takut Vita kaget dan membangunkan teman di sebelahnya.
Tanganku mulai menerobos double cover-nya. Vita merenggangkan kedua tangannya yang membentuk double cover itu. Dan mendaratlah tanganku di atas payudaranya. Kuelus-elus dan kuremas-remas, membuatnya keenakan.
Setelah beberapa lama aku mengarahkan tanganku untuk mengelus perutnya yang mudah disingkapkan. Pelan-pelan kuselipkan ke bagian dadanya. Akhirnya sampai juga ke arah BH-nya. BH yang terbuat dari nilon halus itu memang lebih nikmat rasanya untuk diremas-remas. Tetapi dasar pikiran yang sudah kotor, maka kucari pengait BH yang ada di punggungnya. Aku agak kesulitan membuka pengait itu. Vita dengan gerakan yang pelan membantunya.
Dan, lepaslah pengait itu, membuat buah dadanya sangat mudah untuk disentuh secara langsung kulitnya. Ada rasa hangat, ada rasa lembut, ada rasa nikmat dan ada getaran aneh yang menjadikan kemaluanku, yang tanpa kuduga sudah ada di genggaman Vita, semakin besar.
Aku remas-remas kekenyalan payudaranya, kupencet-pencet putingnya menjadikan nafas Vita semakin memburu. Akhirnya untuk lebih memberikan ruang gerakku, dia mengambil posisi terlentang. Kini tanganku dengan bebas mempermainkan payudaranya yang sudah tidak terlindungi lagi oleh jaketnya, tetapi masih dalam selimut tebalnya. Sekali-kali ada kilat, dan kulihat wajah Vita yang polos kelihatan setengah merem menikmati permainan itu.
Kepalaku menerobos masuk ke dalam selimutnya. Kuciumi kulit payudaranya yang mulus, tidak ketinggalan putingnya yang kecil itu. Membuat nafasnya makin naik turun saja. Sementara tanganku menggosok-gosok kemaluannya.
Dia setuju saja, hal ini terbukti dengan lebih mengangkangkan kedua kakinya. Setelah kubuka reitsleting, kupelorotkan ke bawah sekalian dengan celana dalamnya. Dengan demikian kemaluannya yang ditumbuhi rambut tipisnya sudah basah oleh lendir karena kuusap-usap dengan halus.
Begitu kumasukkan sebuah jari tengahku ke dalam liang vaginanya, terasa sempit, dan berdenyut-denyut. Wah, aku sudah tidak tahan lagi. Apalagi tangan Vita sudah menerobos masuk ke dalam celana training-ku yang longgar. Mengocok-ngocok dengan halus. Aku agak kesulitan melepas celana jeans dan celana dalamnya, namun Vita membantunya diangkatnya pinggulnya tinggi-tinggi sambil memelorotkan celananya.
Sementara teman-teman lain tertidur, kutindih dia, kuarahkan kemaluanku ke arah kemaluannya. Kupelorotkan celanaku sampai ke lutut. Aku mengambil posisi di atasnya, sambil kubetulkan selimut di punggungku. Ia bimbing kemaluanku ke arah lubang yang benar lalu, «Bless…» batang kenikmatanku menerobos masuk dalam kehormatannya yang sangat disembunyikan itu.
Kupompa beberapa kali kemaluanku ke dalam kemaluannya yang sempit, terasa dinding vaginanya bergetar menjadikan kemaluanku makin nikmat, kupercepat gerakanku, sampai akhirnya sampailah perasaan yang sulit dirasakan, tubuhku menegang perasaan nikmat, setengah ngilu berada di ujung kemaluanku dan menjalar ke pinggul lalu ke seluruh tubuh.
Sepersekian detik menjelang keluar spermaku, sekilas kuingat sesuatu, dan kucabut penisku dari rahimnya. Sehingga muncratlah spermaku ke atas perutnya, kugesek-gesekkan ke perutnya yang mulus.
Ada beberapa kali semprotan sebelum habis sama sekali. Sejenak kunikmati perasaan yang sangat indah ini, sampai kudengar suara batuk di tengah kegelapan. Aku agak terkejut dan segera kembali pura-pura tidur di sebelah Vita dengan manisnya.
Kudengar Vita tertawa namun ditahan. Ia pegang kemaluanku yang sudah mulai lemas dan mencium pipiku. Lalu memungut pakaiannya dan memakainya lagi. Paginya sesuai rencana kami bersiap-siap untuk pulang, Vita bersikap seperti biasa terhadapku.
Seperti tidak ada apa-apa semalam. Aku juga demikian. END