Bercinta Dengan Wulan, Pacarku Yang Cantik

Namanya Wulandari, anak cantik bintang SMA di kotanya. Gadis ini tinggi dan bertubuh aduhai sekali. Setiap mata pria yang memandangnya pasti langsung tertuju pada matanya yang indah dengan bulu mata yang lentik lalu turun kearah bibirnya yang memang sensual itu dan terakhir adalah pada buah dadanya yang cukup besar untuk ukuran anak SMA.



Ujian akhir sudah dekat, dan gadis yang tergolong otaknya encer ini langsung mengikuti bimbingan belajar yang khusus dibuka saat Ujian Akhir Nasional tiba. Hasilnya pun tidak mengecewakan karena setelah pengumuman hasil ujian diberitakan, dia menempati urutan ke 15 dari SMAnya dan itu sudah tergolong sangat baik mengingat SMA tempat Wulan belajar adalah SMA favorit di kota itu.



“Hai Lan. Gimana hasil ujianmu? Pasti dapat peringkat yang tinggi yah?” Tanya seorang teman pria-nya.



Pemuda ini bertubuh kecil dan merupakan mantan dari Wulan, mereka pernah pacaran waktu masih SMP kelas dua dan putus setelah lulus SMP karena ketidak-cocokan dan terang saja pemuda ini tersingkir karena di SMA yang baru Wulan sudah menjadi kembang sekolah yang baru dan bahkan banyak kakak kelas yang rela berantem untuk memperebutkan cintanya. Gadis ini akhirnya menetapkan pilihannya pada seorang bernama Putra setelah gonta-ganti pacar hingga dikelas tiga SMA, adapun nama dari mantannya adalah Agus.



Wulan hanya tersenyum kecut setelah tahu pemuda yang menyapanya barusan adalah mantan kekasihnya. Memang dia sangat tidak suka dengan pemuda ini karena sekarang pemuda yang dulunya simpatik ini telah berubah menjadi seorang pemabuk yang tidak jelas masa depannya lagi, walaupun sebenarnya dia berasal dari keluarga yang berada.



Agus tertunduk menahan sakit hati dan malu ketika pertanyaannya tidak dijawab oleh Wulan dan bahkan gadis ini ngeloyor pergi tanpa peduli dengan perasaan temannya itu. Gadis cantik namun sedikit congkak walaupun dia punya alasan untuk itu.



Wulan berjalan mendekati kerumunan anak lelaki dan langsung menuju kesamping Putra, kekasihnya. Beberapa teman pemuda itu bersiul-siul menggoda, Putra tahu kalau sebenarnya teman-temannya itu selalu bermimpi bisa berpacaran dengan kekasihnya sekarang ini, mereka pasti memikirkan bagaimana bentuk tubuh gadis cantik itu saat telanjang. Segala pikiran kotor seolah dibenarkan dengan cara para anak lelaki itu menatap pantat, perut dan bahkan buah dada Wulan yang sudah tumbuh itu.



“Gimana rencana buat perpisahan sama teman-teman?” Tanya Wulan kepada Putra, dan pemuda ini memberikan kode kepada salah satu temannya untuk bicara.



“Jangan khawatir, semua udah kita urus kok cantik. Kita bakalan ajak pacar kita masing-masing untuk bernostalgia sekaligus piknik di hutan wisata diluar kota.” Sahut salah seorang teman Putra yang bernama Rino. Rino ini berbadan gemuk dan tidak begitu tinggi namun walaupun begitu dia adalah anak seorang pengusaha yang lumayan sukses.



“Kamu bisa ikut kan Lan?” Tanya Putra kepada gadis cantik itu, dan Wulan menjawabnya dengan anggukan gembira.



Dia teringat dengan perkataan Putra bahwa dia akan mendapatkan kejutan pada acara perpisahan dengan teman-teman kumpulnya selama ini. Dia selalu menebak-nebak apa yang akan diberikan pemuda ini kepadanya.



Akhirnya hari yang ditentukan untuk acara perpisahan datang juga. Sabtu siang Putra, Wulan dan 3 pasang anak SMA yang lain berangkat untuk menuju keluar kota, ke sebuah hutan wisata yang letaknya tidak begitu jauh dari batas kota. Dalam waktu kurang dari setengah jam mereka tiba di kawasan hutan lindung itu dan segera saja mereka menyusuri jalan kecil yang membelah hutan itu untuk menemukan lokasi yang sesuai untuk berkumpul. Akhirnya setelah beberapa saat mencari, Rino memberikan komando bahwa dia telah menemukan spot yang asyik untuk mereka berdelapan.



“Kok lewat jalan kecil?” Tanya Wulan ketika Putra melajukan sepeda motornya menembus rimbunnya hutan dengan sepeda motor miliknya dan melewati jalan setapak yang belum diaspal, jalan ini lebih kecil dibandingkan dengan jalan utama yang membelah hutan yang barusan mereka lewati.



Putra memperlambat laju kendaraan bermotornya dan akhirnya berhenti ketika Rino dan temannya yang lain juga berhenti. Mereka telah tiba di daerah perbatasan antara hutan dengan perkebunan strawberry dan perkebunan kajuput (bahan pembuat minyak kayu putih).



Dari kejauhan tampak sungai membelah kawasan hutan itu dan hanya di hubungkan dengan sebuah jembaan kecil yang hanya mampu dilewati satu sepeda motor secara bergantian saja. Lokasi ini cukup datar dan semaknya sedikit dimana terdapat dua gazebo tua yang tak terawat yang dulunya diperuntukkan sebagai lokasi peristirahatan wisata namun karena anggaran pemerintah kota tidak mencukupi maka proyek dihentikan sementara gazebo dan perlengkapan lainnya ditinggal begitu saja tanpa diurus sehingga sekarang terlihat tak terawat padahan gazebo itu cukup besar dan nyaman. Di tiang-tiang gazebo ini terdapat coretan tangan-tangan jahil yang kebanyakan adalah anak sekolah yang dulunya menggunakan tempat itu untuk indehoy bersama dengan pasangannya masing-masing. Tapi sepertinya Wulan belum paham dengan situasi tempat itu dan maih adem ayem saja.



“Disini yah?” tanyanya lagi kepada kekasihnya dan Putra mengangguk lalu mengajak Wulan untuk menuju kesebuah gazebo dan membersihkan kursi dari semen yang kotor akan daun-daunan itu sehingga mereka dapat duduk disana.



“Kamu cantik sekali hari ini sayang.” Perkataan manis itu meluncur begitu saja dari mulut Putra yang sedetik kemudian dia merangkul Wulan dan memangkunya dipahanya. Sementara Wulan tidak berusaha untuk melepaskan dekapan Putra dari belakang walaupun dalam hati dia malu tapi dia juga mau.



“Kita mau apa sih sebenarnya kemari? Nggak ada apa-apa disini sayang.” Ucap Wulan memecah kebuntuan pembicaraan antara mereka berdua.



Putra yang asyik membelai-belai rambut gadis cantik ini kemudian menjawabnya, “Aku ingin berdua saja denganmu, lagipula nanti kalau kamu memutuskan untuk kuliah, aku kan susah untuk ketemu kamu lagi karena ayahku tidak memiliki biaya untuk mengantarkan aku ke jenjang mahasiswa. Lihat saja Rino dan Agung, mereka juga berperasaan sama denganku. Rino akan disuruh kuliah diluar kota sementara Agung udah didaftarkan ke sebuah institut terkenal di Jogja. Kita nggak akan ketemu lagi dalam waktu yang lama sayang. Aku cuma ingin untuk melepaskan waktu-waktu terakhir kita sebagai orang bebas. Kamu mau kan?” rajuk pemuda ini kepada Wulan dan gadis ini tersenyum lalu mengangguk. Dalam hati Wulan, dia sangat yakin bahwa kekasihnya ini benar-benar mencintainya.



Hari mulai sore dan matahari mulai memerah pertanda akan segera tenggelam. Seolah tidak rela dengan kepergian sang mentari, Wulan memeluk kedua tangan Putra yang kali ini masih merangkulnya dari belakang. Seolah tahu kalau gadisnya itu masih ingin berdua saja dengannya, Putra menyuruh teman-temannya untuk pergi terlebih dahulu ketika mereka mengajak Putra dan Wulan untuk pulang. Sekarang tinggal berdua sendiri ditengan hutan wisata itu.



“Aku tidak ingin berpisah denganmu bidadariku.” Putra membisikkan kata-kata itu sembari mendekatkan bibirnya kearaha telinga Wulan dan sedetik kemudian dia mengecup pipi dan leher Wulan lembut.



Gadis ini menoleh ke belakang untuk mengatakan sesuatu tetapi langsung dibungkam mulutnya dengan ciuman mesra dari Putra. Ciuman pertamanya dalam sejarah hidup seorang Wulandari. Entah karena terbawa oleh situasi yang sejuk dan sepi, Wulan membalas ciuman Putra itu dengan tak kalah mesranya dan dengan posisi masih dipangku kekasihnya dan membelakangi Putra, Wulan tak lepaskan ciuman pacarnya itu.



Jemari nakal Putra mulai meraba-raba payudara Wulan yang masih terbungkus baju sekolah itu dan satu persatu kancing bajunya mulai terbuka hingga sekarang baju sekolah itu terbuka lebar mempertontonkan payudara putih Wulan yang dibalut dengan bra warna krem. Seperti tersihir saja, Wulan sepertinya tidak sadar bahwa sekarang buah dadanya nyaris telanjang.



Merasa mendapatkan lampu hijau, Putra lalu mengarahkan tangannya yang sudah mulai lebih nakal itu kearah punggung Wulan dan melepaskan kaitan bra gadis cantik itu sehingga dengan mudah sekarang Putra dapat menguak bra milik pacarnya itu keatas dan sekarang terlihat sudah payudara Wulan tanpa penutup apapun lagi. Ini adalah kali pertamanya bagi Wulan menunjukkan buah dadanya didepan pemuda yang bukan keluarganya.



Sembari kedua mulut pasangan itu saling berpagutan satu sama lain, kedua tangan Putra mulai menjelajahi bukit kembar gadis ini untuk mendapatkan kepuasan sebagai seorang pria. Buah dada ranum milik Wulan diremasnya berulang-ulang hingga kedua putingnya mengeras. Dan tak hanya itu saja, pemuda ini juga memilin-milin puting Wulan dengan gemasnya hingga sesekali gadis ini harus menghentikan ciumannya untuk mendesah, entah karena rasa sakit ataupun rasa nikmat yang tiada tara.



“Aaachh… Putra, udah! Aku nggak mau nanti kita kebablasan.” Seru Wulan mencergah tangan Putra yang menyelusupi pahanya dari balik rok seragam abu-abunya.



Namun Putra tak peduli dan menepiskan tangan Wulan yang mencekal tangannya dan langsung mengarahkan ke pangkal paha gadisnya itu sehingga menyentuh bagian vital Wulan yang masih terbungkus celana dalam warna putih itu. Bagian vital yang belum pernah dia tunjukkan kepada siapapun juga bahkan kepada kekasihnya yang terdahulu.



Jemari Putra merasakan adanya cairan yang membasahi celana dalam kekasihnya itu. Walaupun masih perawan tetapi Wulan tetaplah seorang gadis normal biasa yang tidak bisa menahan godaan sensasi apabila terus dirangsang habis-habisan oleh pacarnya.

Sekarang vagina gadis cantik ini sudah basah akan cairan kewanitaannya sendiri. Wulan sadar bahwa dia sudah melangkah terlalu jauh dan berusaha untuk membebaskan dirinya dari rangkulan Putra namun gagal karena Putra sudah tidak dapat lagi melepaskan momen yang ditunggu-tunggunya selama ini.

Dengan setengah memaksa, pemuda ini melepaskan bra dan baju seragam SMA yang dikenakan oleh Wulan dari arah belakang lalu membuangnya jauh-jauh agar tidak dapat direbut lagi oleh Wulan. Rasa malu pun mendera wajah Wulan yang sekarang berubah merah padam melihat dirinya sekarang nyaris telanjang dengan payudara yang menggelantung bebas walaupun dia berusaha menutupinya dengan menyilangkan kedua lengannya tetapi tetap saja pandangan mata liar Putra dapat menembus sela-sela lipatan tangan itu.



“Putra! Apa-apaan kamu ini? Katanya kamu sayang sama aku, kok gini jadinya?” gadis cantik ini mulai meneteskan air matanya memohon agar Putra mau berhenti dan tidak memaksanya lagi.



“Lha inilah bukti sayangku kepadamu Lan. Aku sayang sama kamu dan aku butuh kamu selalu menjadi milikku selamanya.” Sahut Putra lalu mendekap Wulan dari depan dengan erat.

Berbagai ucapan manis dilontarkan oleh pemuda ini dan akhirnya Wulan luluh juga hatinya dan membuka silangan tangannya hingga sekarang payudara montok itu terlihat kembali.



“Kamu benar-benar sempurna sayang. Buah dadamu benar-benar sangat indah luar biasa.” Ucap Putra lalu meremas-remas lagi buah dada Wulan dengan mesra dan mulutnya pun tak mau ketinggalan.



Jilatan dan sedotan juga pilinan jemari nakal Putra seolah membuat Wulan terbang ke angkasa. Dia yang sebelumnya anti dengan hal semacam ini sekarang menjadi menikmati. Hilang sudah rasa takut dan rasa malunya yang tadi sempat mendera hatinya dan berganti sudah dengan keinginan untuk merasakan kenikmatan total bersama dengan pacarnya sekarang ini.



“Aaachh… Putra… eemhhh…” desahan demi desahan Wulan yang seksi itu membahana di sekeliling gazebo tanpa takut bahwa akan ada orang yang menyaksikan perbuatan kedua sejoli itu karena memang lokasi itu berada ditengah hutan sementara perkebunan yang berada didekat mereka masih belum waktunya panen sehingga jarang dikunjungi petani.



Tak butuh waktu lama bagi Putra untuk melancarkan aksi susulan. Ketika Wulan masih dibuai dengan kenikmatan cumbuannya terhadap buah dada gadis cantik itu, Putra mengarahkan jemarinya yang sudah terampil itu menelusuri paha Wulan dan mengaitkan jemari kedua tangannya ke celana dalam kekasihnya itu dan menariknya kebawah. Dalam hitungan detik saja, celana dalam Wulan sudah jatuh ketanah. Gadis ini kaget tapi belum sempat dia protes, Putra kembali mencumbu bibirnya sehingga membuat Wulan tak dapat berkata apa-apa lagi.



Sembari menciumi Wulan, salah satu tangan Putra meremas-remas payudaranya sementara tangan yang lain menelusuri vagina gadis cantik ini yang sudah basah. Sesekali Wulan merintih sakit apabila tusukan jemari Putra terlalu dalam sehingga menyentuh bagian dalam labia minora gadis cantik ini.



“Jangan Putra! Aku masih perawan.” Seru Wulan tapi sekali lagi bujuk rayu Putra nampaknya cukup ampuh untuk membendung penolakan Wulan terhadap perlakuannya itu.



Diturunkannya resleting celana abu-abu pemuda ini lalu dipelorotkan kebawah beserta dengan celana dalamnya sendiri dan saat itu juga terpampang dengan jelas dimata Wulan penis seorang pemuda remaja yang sudah ereksi sedari tadi. Bahkan diujungnya sudah mengeluarkan cairan pelumas siap untuk mengendarai liang kewanitaan gadisnya itu.

“Aachhh.. Putra. Kamu mau apa?” serunya ketika melihat batang kejantanan itu disodorkan kearah Wulan dan memaksa kedua tangan Wulan itu untuk memegangnya.



Awalnya agak grogi dan risih juga ketika Wulan menyentuh benda asing milik pria itu, namun setelah beberapa saat dia sudah mulai biasa bahkan mulai menuruti kata-kata Putra untuk mengocoknya.



Dengan servis tangan sepertinya Putra masih merasakan kurang puas, lalu dengan sigap dia menarik rok abu-abu milik Wulan kearah atas sehingga vagina gadis itu terlihat olehnya dengan jelas. Bulu-bulu lembut dan jarang menghiasi vagina gadis cantik ini. Putra lalu mengarahkan batang kejantanannya kearah lubang kenikmatan itu dengan posisi setengah berdiri sementara tangannya yang lain mendorong tubuh Wulan agar bersandar ke tiang utama gazebo yang berbentuk kotak besar itu. Pemuda ini menggesek-gesekkan penisnya ke bibir vagina Wulan sehingga sesekali bibir kemaluan gadis cantik itu terbuka dan ketika sudah cukup basah, pemuda ini mendorongkan batang kejantanannya itu kearah vagina Wulan dan menguak menerobos bibir kemaluan pacarnya tersebut.



“Sakit… aduh… Putra! Hentikan! Sudah! Aku sudah tidak tahan… sakittt… aaachh…!” racau Wulan sembari berusaha melepaskan diri dari dekapan Putra namun sia-sia.



Pemuda kekasihnya itu sudah lebih mirip binatang ketika memaksakan penisnya untuk melabrak lubang senggama gadis cantik ini.



“Aachhh… sakit! Sudah hentikan! Sakit…” desak Wulan.



Tapi apa daya karena Putra sudah kesetanan dan dengan teganya dia melakukan penetrasi paksa kepada liang vagina yang masih perawan tersebut hingga dalam satu sodokan kasar akhirnya batang kejantanannya sudah berhasil merobek selaput dara Wulan dan membenamkan seluruh penisnya kedalam liang senggama gadis cantik itu. Seiring dengan lolongan sakit Wulan, benda haram yang tumpul itu telah berhasil terbenam didalam liang kewanitaan dara manis ini.



“Wulan. Kamu benar-benar cantik. Memang rasanya luar biasa kalau ngentotin cewek secantik kamu” ucap Putra yang kemudian tanpa memberikan waktu untuk Wulan mengambil nafas langsung saja melakukan sodokan-sodokan liarnya memompa liang kewanitaan gadis malang ini.



Wulan menangis tersedu setelah mengetahui dirinya sudah tidak lagi perawan bahkan kekasihnya sepeti lebih memperdulikan kenikmatan bercintanya dibandingkan perasaannya pacarnnya sendiri.



Selama sepuluh menit, penis Putra menyodoki lubang vagina Wulan tanpa ampun walaupun seringkali gadis cantik ini meminta agar Putra berhenti sejenak karena dia merasakan rasa sakit namun tidak digubris oleh pemuda ini dan terus melakukan pompaannya tanpa lelah.

Tubuh Wulan yang setengah berdiri bersandar di balok kayu besar yang menjadi penyangga utama gazebo itu, terhentak-hentak tiap kali Putra mempercepat goyangan pinggulnya dan sekarang tubuh molek gadis cantik ini seolah tak bernyawa saja. Payudaranya yang berulang kali diciumi Putra secara kasar sudah mulai memerah karena perlakuan kasar kekasihnya itu.



Tak ada lagi desahan kenikmatan, yang ada hanyalah rintihan tiap kali Putra melakukan sodokan kasar kepadanya. Dirinya diperlakukan Putra tak ubahnya seperti barang atau benda mati yang hanya dibutuhkan vaginanya sebagai alat pemuas nafsu pemuda ini saja.



“Wulan! Ahh… sayang… aaahh…” seru Putra yang lalu mengejang tubuhnya.



Sperma miliknya membasahi liang senggama Wulan dan menetes keluar seiring dengan saat dia mencabut batang kejantanannya tersebut dari vagina kekasihnya itu.



“Kamu benar-benar memuaskan Lan. Kapan-kapan lagi yah. Sekarang kamu kan udah nggak perawan jadi kalo mau bercinta berapa kali nggak apa-apa.” Ucapnya sembari membelai rambut panjang kekasihnya yang masih terduduk lemas itu.



Wulan hanya diam saja, dia tahu kalau belaian itu adalah tipuan, tapi walau begitu dia masih berharap bahwa ini hanyalah mimpi atau setidaknya dia ingin agar Putra tidak meninggalkannya.



Akhirnya setelah bermesraan selama satu setengah jam lebih, mereka berdua berboncengan kembali kerumah masing-masing. Wulan yang baru saja kehilangan keperawanannya menjadi susah untuk berjalan karena jalannya menjadi agak ngangkang akibat perlakuan kasar dari Putra pada vagina yang selama ini dijaganya dengan hati-hati. Yang tersisa sekarang hanyalah gazebo tua yang menjadi saksi percintaan mereka berdua yang di bangkunya tercecer noda darah perawan seorang Wulandari dan sperma milik Putra.



Tapi sebenarnya ada satu lagi saksi mata, yaitu sepasang mata yang sedari siang tadi memperhatikan gerak-gerik mereka dengan penuh perasaan cemburu sekaligus dendam. Sepasang mata milik seorang anak SMA yang juga menyukai Wulan tetapi ditolaknya dengan mentah-mentah. Seseorang yang bernama Aldi. Pemuda yang nantinya akan berperan penting dalam kehidupannya tanpa dia sadari.

Related Posts: